Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak. Seorang perempuan dapat dianggap sebagai ibu ketika ia telah melahirkan anak,[1] merawat dan membesarkan seorang anak, baik anak kandungnya maupun bukan anak kandungnya, atau dengan menyediakan rahimnya untuk pembuahan dalam kasus kehamilan pengganti.
Menjadi ibu buat saya adalah usaha tanpa henti setelah menikah, peran berharga dan penuh tantangan yang bisa diambil oleh seorang wanita itu saya dapatkan setelah lima tahun menikah, akhirnya saya menjadi seorang ibu. Peran yang membawa banyak kebahagiaan, sekaligus perubahan besar dalam kehidupan saya— dan sering kali membuat saya merenung tentang apa artinya menjadi seorang ibu.
Rutinitas pagi saya setelah subuh selalu dimulai dengan mempersiapkan bekal anak-anak. Menyiapkan bekal itu semacam healing masa kecil, untuk menyembuhkan innerchild saya, karena jaman saya sekolah dulu Mamih sibuk bekerja dan tidak punya waktu untuk membawakan saya bekal. Biasanya saya buat nasi goreng sendiri untuk dibawa ke sekolah memakai kotak bekas eskrim. Jadi ketika saya punya anak, saya ingin mereka memiliki kenangan yang baik, bahwa mereka selalu dibawakan bekal sekolah dengan perlengkapan bekal yang bagus dan lucu.
Tapi kejadian pagi ini bikin saya mikir, "kenapa sih jadi Ibu itu susah banget...?"
Pagi ini, saya masak hamburger dengan homemade patty untuk anak-anak, tidak terlalu besar dan cukup, dengan harapan anak-anak pasti senang saya bawakan hamburger ini. Ketika Shasha liat kotak bekalnya, langsung dong ngomel sambil marah katanya bekalnya kebanyakan... Esmosi banget bun gegara denger Shasha ngomong gitu. Padahal udah ruwet mikir bawa bekal apa & hebob masak pagi-pagi akhirnya saya putuskan Shasha ngga usah bawa bekal pagi, cukup makan catering sekolah aja untuk lunch.
Burger yang katanya "kebanyakan" |
Setelah anak-anak berangkat, termenung, sambil mikir kenapa sih jadi ibu itu rasanya kayak naik roller coaster tanpa seat belt?
Saya akui, dulu saya juga sering banget berbeda pendapat, berantem, negatif thinking ke Mamih. Saya tidak mengerti mengapa dia begitu tegas, begitu keras dalam menetapkan aturan. Tetapi sekarang, setelah saya menjadi ibu, saya mulai mengerti. Menjadi ibu itu sangat sulit, terutama ketika harus menghadapi anak-anak yang memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda. Belum lagi keharusan menjadi pembimbing dan pengajar anak.. ya Allah kalau lagi capek kayak tadi pagi rasanya beban ya Bun... Saya harus terus belajar dan beradaptasi untuk memahami apa yang terbaik untuk Raya & Shasha (alhamdulillah anaknya dua saja cukup, kebayang kalau lebih dari itu.. Mamih stress tiap hari).
Pernah ngga sih ngerasa perubahan identitas dari sebelum jadi ibu, dan sesudah jadi ibu itu bikin kalian merasa kehilangan jati diri? Atau jangan-jangan hanya saya saja yang mengerasa kayak gitu ya?. Satu sisi, saya bangga dengan peran saya sebagai ibu dan istri, namun di sisi lain, ada kerinduan untuk tetap diakui sebagai individu yang memiliki keinginan, kebutuhan, dan impian sendiri. Ini adalah bagian dari perjuangan menjadi ibu—menjaga keseimbangan antara memberikan segalanya untuk keluarga dan tetap menjaga jati diri... Ibu yang lain mikir gini juga ngga sih?
Selain itu, menjadi Ibu juga berarti sering disalahartikan oleh anak-anak dan orang-orang di sekitar. Padahal kadang kalau saya harus menjadi sosok yang tegas ya karena keadaannya memaksa kayak gitu... Namun, sayang seribu sayang, emang pemikiran anak ya beda sama saya ya.. mereka seringnya tidak memahami niat baik di balik larangan tersebut. Mereka mungkin hanya melihat sisi "galak" dari ibunya, tanpa mengerti bahwa setiap aturan yang dibuat adalah demi kebaikan mereka sendiri.
Jadi Ibu sering kali saya harus mengesampingkan keinginan pribadi demi kesejahteraan anak-anak. Ini bukanlah hal yang mudah, terutama saat kelelahan dan tekanan mulai menumpuk. Tetapi di balik semua itu, saya tahu bahwa tugas ini adalah amanah yang harus saya jalankan dengan sepenuh hati. Lagian anak mana sih yang minta dilahirkan? Kan ngga ada.. Memang saya sebagai orangtua/Ibu yang mendapatkan titipan dari Allah seyogyanya menjaga titipan tersebut dengan sebaik mungkin.. Ya kan.. ya kan...
Yah gitu deh curhatan hari ini... Setelah jalan-jalan keliling Pacific Place dan blanja di Kemchick buat bekal anak-anak (tuh kan, udah marah-marah juga Ibu mah pasti tetep mikirin anak-anak da) saya sadar, meskipun peran ini banyak banget tantangannya, saya ngga akan menukarnya dengan apapun di dunia ini, secara nunggunya juga lumayan lama ya Bund.. Menjadi ibu mengajarkan saya tentang cinta tanpa syarat #eeeaa, kesabaran, ketangguhan (kuli panggul lewat) dan menyadari bahwa tidak ada Ibu yang sempurna. Meskipun anak-anak saya mungkin untuk saat ini belum memahami semua keputusan yang saya buat untuk mereka, saya yakin bahwa suatu hari nanti mereka akan mengerti bahwa setiap hal yang saya lakukan adalah karena saya mencintai mereka lebih dari apapun.
Dan mungkin, ketika saat itu tiba, kita bisa tertawa bersama mengenang masa-masa ini—masa di mana bekal sekolah mereka, menjadi simbol cinta saya kepada mereka.
"Benar jika kau tak pernah memilih lahir dari orangtua yang seperti apa. Begitu juga orangtuamu, mereka tak pernah memilih melahirkan anak yang seperti apa. Maka keduanya dapat tanggung jawab dan anugerah yang sama." Dompet Ayah, Sepatu Ibu - Is Hairen
Sampe skr aku tuh masih suka mikir San, kenapa orang yang ingin punya anak malah ga dapet, sementara yg ga pengin, malah dikasih... Cuma aku msh bersyukur krn suami selalu support dengan menyediakan babysitter dan asisten krn dia tahu aku msh belum bisa 100% mencintai jadi ibu. 😣.
ReplyDeletePaham kok ini tugas mulia, tapi itulah, aku belum bisa numbuhin rasa keibuan bener2. Kayak susah bener utk bisa deket ama mereka. Jd kadang canggung aja. Palingan adik yg lebih deket ke aku, tapi itupun kalo mood ku lagi ga bagus banget, dia juga menjauh, nunggu maminya membaik...
Bersyukurnya, mungkin krn Tuhan tahu aku msh blm bisa kayak ibu2 lainnya, dia kasih anak2 yg ga rewel dan nurut. At least aku ga terlalu stress krn anak2 memang ga pernah tantrum dan cendrung nurut 😅.